Tugu Payan Emas

Tugu Payan Emas
Payan atau Tombak merupakan senjata asli orang lampung khususnya suku Abung

Senin, 26 Maret 2012

PEPACCUR

Puisi Lampung: Pepaccur

Copas dari Blog A. Effendi Sanusi

Pepaccur adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung berbentuk puisi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat. Istilah pepaccur dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah pepaccogh (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah wawancan).

Sudah menjadi adat masyarakat Lampung bahwa pada saat bujang atau gadis meninggalkan masa remajanya atau pada saat mereka memasuki kehidupan berumah tangga, pasangan pengantin itu diberi gelar adat sebagai penghormatan dan tanda bahwa mereka sudah berumah tangga. Gelar adat ini diterima dari klan bapak dan dari klan ibu, dilakukan di tempat mempelai pria maupun di tempat mempelai wanita. Pemberian gelar dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah ngamai adek/ngamai adok (jika dilakukan di tempat mempelai wanita), nandekken adek dan inai adek/nandokkon adok ghik ini adok (jika dilakukan di tempat mempelai pria), danbutetah/kebaghan adok/nguwaghkon adok (istilah di lingkungan masyarakat Lampung Sebatin). Setelah gelar diberikan, si penerima gelar diberi nasihat atau pesan-pesan. Nasihat atau pesan-pesan itu disampaikan dalam bentuk puisi yang dikenal dengan istilah pepaccur.

Penyampaian pepaccur memerlukan kemampuan khusus karena di dalamnya terkandung unsur seni. Pepaccur disampaikan dengan cara berdendang atau berlagu dengan irama yang harus dapat memikat perhatian pendengar (hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa masyarakat tradisional Lampung adalah pencinta seni).

Pepaccur terdiri atas sejumlah bait dan setiap bait terdiri atas empat atau enam baris. Jumlah bait pepaccur tidak ada ketentuan yang mutlak. Jumlah bait itu bergantung pada sedikit atau banyaknya pesan yang disampaikan.

Jika dilihat dari struktur globalnya, pepaccur dapat digolongkan ke dalam puisi tradisional berbentuk syair. Pepaccur tidak mempunyai sampiran, semua baris dalam setiap bait mengandung isi (ini yang membedakannya dengan pattun). Pola sajak akhir (rima) pepaccur tidak tetap. Ada yang berpola ab/ab dan ada pula yang berpolaabc/abc .

Pepaccur berfungsi sebagai media penyampaian pesan atau nasihat untuk kedua mempelai dalam upacara pesta pernikahan dan sebagai media untuk melestarikan bahasa dan sastra Lampung. Secara umum, pesan atau nasihat itu berkenaan dengan kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama.

Di bawah ini dikemukakan dua contoh pepaccur (dalam bahasa Lampung dialek O).


Contoh 1
Adek dan Inai Adek anjak Batangan
Adek sai ragah: Jaya Umpuan Mega
Adek sai sebai : inaino inai rateu, adekno Ratu Mahkota

PEPACCUR
Syukur alhamdulillah
tigeh judeumeu tano
dendeng segalo badan
Kekalau metei wo tuah
ino sai upo duo
kiluian adek Tuhan

Sijo ngemik amanah
tetujeu di metei wo
anjak kaban kemaman
Cubo dipilah-pilah
ki bakal ngemik guno
akuk jadei anggeuan

Pertamo, beibadah
sembahyang wakteu limo
dang sappai ketinggalan
Kirim munih fatihah
tehadep sai kak meno
kipak sai lagei tengan

Suwo pungeu tengadah
kilui appun duso
serto selamat badan
Najin mak dapek kiwah
cukuplah sederhano
asal mak kekurangan

Baso caluk gham lapah
dageu dang ghaccak bigo
mato ninuk lakkahan
Nyo sai dibo pindah
anjak alam dunio
selain kain kafan

Hubungan gham di luwah
ino perleu dibino
perleu sakai sambayan
Najin kak sumang darah
pagun jugo beguno
tetangga kirei kanan

Tumbuk ulun sai susah
tesambat suwo mahho
unjak ki lagei badan
Pudak selaleu wewah
tehadep sapo jugo
betikkah lakeu sai supan

Adik wagheimeu nayah
sai di nei atau sai di jo
unyen perleu bimbingan
Jadei anak tuho mak mudah
io mustei bijaksano
di lem segalo tindakan

Basing upo masalah
perleu berecako
jamo kaban wewagheian
Najin sepuluh mudah
sebelas gham betanyo
mangi mak salah jalan

Sijo akhir petuah
ingekken dang lupo
akuk jadei anggeuan
Nyo maknono kidah
seghem matei di gulo
pahemken metei sayan

* Sumber: A. Effendi Sanusi


Terjemah Bebas:

Contoh 1
Gelar dari orang tua mempelai
Gelar yang pria : Jaya Umpuan Mega
Gelar yang wanita: pangkatnya pangkat ratu, gelarnya Ratu Mahkota

PEPACCUR
Syukur alhamdulillah
sekarang jodohmu sampai
hadir segenap famili
Semoga kalian bernasib baik
itulah doa kami
kepada Tuhan Yang Mahakuasa

Ini ada beberapa pesan
ditujukan pada kalian berdua
dari para paman
Cobalah dipilah-pilah
andaikan ada gunanya
ambil dan jadikan pegangan (hidup)

Pertama, beribadah
sembahyang lima waktu
jangan sampai ditinggalkan
Kirim pula fatihah
untuk yang telah meninggal
maupun yang masih hidup

Sambil tangan tengadah
mohon ampun dosa
serta mohon keselamatan
Meskipun (hidup) tidak bisa mewah
cukuplah sederhana
asalkan tidak kekurangan

Pada saat kita melangkah
dagu janganlah terlampau tinggi
mata melihat ke bawah
Apa yang dibawa pindah
dari alam dunia
selain kain kafan

Hubungan dengan orang luar
perlu dibina
perlu tolong-menolong
Meskipun bukan famili
masih juga ada gunanya
tetangga kiri kanan

Berjumpa dengan orang takpunya
sapalah dengan baik
apatah lagi jika masih famili
Muka hendaklah selalu cerah
terhadap siapa pun
bertingkah lakulah yang sopan

Adik-adikmu banyak
dari pihak kamu maupun pihak istri
semuanya memerlukan bimbingan
Jadi anak sulung tidaklah mudah
ia harus bijaksana
di dalam segala tindakan

Apa pun masalah yang dihadapi
perlu terbuka dan bermusyawarah
dengan adik beradik
Meskipun (kita) sudah tahu
tidak ada salahnya bertanya
agar tidak salah langkah

Ini akhir petuah
ingat jangan dilupakan
ambil jadikan pegangan
Apakah maknanya
semut mati karena gula
tafsirkan oleh kalian

*

Contoh 2
Adek dan Inai Adek anjak Batangan
Adek sai ragah: Rajo Mergo
Adek sai sebai : inaino inai rateu, adekno Ratu Mestika

PEPACCUR
Tano tigeh judeumeu
memugo metei wo rawan
tigeh alam salah nei
Tuah nyepik di kukeu
ules ninding di badan
rezekei tawit milei

Kelamo tutuk lebeu
kemaman serto keminan
penano munih kaban waghei
Unyen ngejungken pungeu
bemuhun adek Tuhan
kekalau metei wo abadei

Sijo panggeh datukmeu
matinaris ketinggalan
panggeh datukmeu Sanusi
Sembahyang limo watteu
puaso bulan Ramadhan
dang sappai dilalaiken metei

Agamo dang sappai lalai
lakunei perittah Tuhan
jawehei sai mak beguno
Adat munih tepakai
mufakat, sakai sambayan
nengah nyimah dang lupo

Lakeu lagei meghanai
mak dapek jadei anggeuan
bareng kak gilir tuho
Ghedik sekelik mustei pandai
tehadep segalo badan
wawaiken budei bahaso

Pandai-pandai memalah
patuh di waghei tuho
uyang najin keminan
Basing upo perittah
dang cawo mak kuwawo
ino pebalahan pattangan

Tehadep kemaman dan keminan
wawaiken puppik penyawo
dang nganggeu masabudeu
Baso wat kelapangan
lapah subuk metei wo
dang nginan watteu perleu

Sesikun ulun ghebei
lagei lak ketinggalan
tigeh di zaman tano
Anggeulah ilmeu paghei
semungguk wat isseian
cemungak tando hapo

* Sumber: A. Effendi Sanusi


Terjemah Bebas:

Contoh 2
Gelar dari orang tua mempelai
Gelar yang pria : Rajo Mergo
Gelar yang wanita: pangkatnya pangkat ratu, gelarnya Ratu Mestika

PEPACCUR
Sekarang jodohmu sampai
semoga kalian bernasib baik
hingga alam akhirat
Tuah menyelinap di kuku
kebahagiaan selalu menyertai
rezeki senantiasa mengalir

Kerabat ibu, kakek, dan nenek
paman beserta bibi
begitu pula segenap famili
Mereka menengadahkan tangan
memohon kepada Tuhan
semoga jodoh kalian abadi

Ini ada pesan kakekmu
nyaris terlupakan
pesan kakekmu Sanusi
Sembahyang lima waktu
puasa pada bulan Ramadhan
jangan sampai kalian lalaikan

Agama jangan sampai dilalaikan
kerjakanlah perintah Tuhan
jauhi yang tiada bermanfaat
Adat perlu dijunjung
mufakat, tolong-menolong
bermasyarakat dan jangan kikir

Kelakuan (jelek) ketika bujang
hendaklah ditinggalkan
saat telah beranjak dewasa
Sanak famili harus diketahui
terhadap siapa pun
berbudi bahasalah yang baik

Pandai-pandailah mengalah
patuh pada kakak yang sulung
istri kakak maupun bibi
Apa pun yang diperintah
jangan mengatakan malas
itu perkataan pemali

Terhadap paman dan bibi
bertutur sapalah yang baik
janganlah tidak ada perhatian
Pada saat luang
berkunjunglah kalian berdua
jangan datang hanya saat perlu

Peribahasa para leluhur
masih belum ketinggalan
hingga zaman sekarang
Pakailah ilmu padi
menunduk tanda berisi
tegak tandanya hampa

*
Diposkan oleh A. Effendi Sanusi

PARADINEI

Puisi Lampung: Paradinei
Copas dari Blog A. Effendi Sanusi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak memiliki kemungkinan makna.

Berdasarkan fungsinya, puisi Lampung dapat dibedakan atas lima jenis:
1. paradinei/paghadini/tetangguh
2. pepaccur/pepaccogh/wawancan
3. pattun/segata/adi-adi
4. bebandung
5. ringget/pisaan/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahi-wang

Istilah paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.

Pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat, sebelum rombongan tamu (yang terdiri atas arak-arakan) menginjakkan kaki di kediaman tuan rumah, mereka dihadang oleh pihak tuan rumah (yang terdiri atas arak-arakan pula). Acara penghadangan itu dikenal dengan istilah nebak appeng (dialek O) atau nebak appong(dialek A) yang bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu digunakanlah sastra lisan jenis paradinei sebagai media untuk berkomunikasi.

Paradinei terdiri atas sejumlah bait yang bersajak. Akan tetapi, jumlah baris pada setiap bait tidak harus sama. Jumlah baris pada setiap bait paradinei sama dengan jumlah baris suatu paragraf pada karangan berbentuk prosa (yang tidak harus sama). Perbedaannya, kalimat dalam paradinei terikat dua-dua (seperti ikatan kalimat dalam pantun), sedangkan dalam karangan berbentuk prosa tidak demikian.

Paradinei diucapkan oleh jurubicara masing-masing pihak, baik pihak tamu maupun pihak tuan rumah. Di kiri kanan jurubicara terdapat dua orang laki-laki berpakaian adat yang dikenal dengan istilah huleubalang 'hulubalang'. Secara umum, isi paradineiberupa tanya jawab tentang maksud dan tujuan kedatangan (tamu).
Upacara nebak appeng/nebak appong 'menutup gapura' ini mencerminkan bahwa masyarakat Lampung dalam bertindak (terutama yang berpengaruh terhadap orang banyak) tidak gegabah. Sebelum bertindak, perlu didengarkan dulu keterangan dari pihak yang bersangkutan.

Paradinei berfungsi sebagai media:
1. tanya jawab pada saat berlangsungnya upacara penyambutan tamu secara adat
2. untuk melestarikan bahasa dan sastra Lampung
3. untuk mendidik masyarakat Lampung agar menghargai sastra daerah. Di bawah ini dikemukakan contoh paradinei yang lazim digunakan dalam acara nebak appeng'menutup gapura'.

PARADINEI
(dalam bahasa Lampung dialek O)

A. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah

Penano cawono pun tabik ngalimpuro
Sikam 'jo keno kayun tian sai tuho rajo
Ki cawo salah susun maklum kurang biaso

Sikam nuppang betanyo jamo metei sangoiringan
Metei jo anjak kedo nyo maksud dan tujuan
Mak dapek lajeu di jo ki mak jelas lapahan

Sapo sai liyeu di jo mak dapek sembarangan
Tuho atau mudo mustei nutuk aturan
Adat perattei 'jak sako ghadeu pepigho zaman

Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei
Dijago balo-balo gagah serto banei
Sangun prajurit sako gagah serto sattei

Huleubalang sai sang kanan:
Pengiran Panglimo gagah serto sattei
Ngunut lawan mak masso di seluruh penjureu bumei
Lamun mak wawai caro nulei metei mak balik lagei

Huleubalang sai sang kirei:
Dalem Priyayei juragan balak nasseu
Temen mak dikan besei, anying di sebai io talleu
Banei lamun debingei dawah io kimbang tileu

Appeng epak limo tako bedameino mak tunai
Tetek pai appeng ijo appai gham beselesai
Penano pai pun bunyei tangguh sikam
tehadep metei ghuppek sangoiringan


B. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, pun, ya jugo pun, Puskam ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Nambek Puskam pun ...

Penano cawono pun
Sikam sangoiringan anjak anek Labuhanratu
Lapah bidang penyimbang lajeu di bidang sukeu
Lapahan rajo-rajo, meghanai, sebai, mulei
Ago wat sai direcako nutuk titei gemattei
Jeng lapah tuho mudo dihappak kaban kiayei

Temunjang anjak sessat berakkat sanak tuho
Ago hippun mufakat tehadep puaghei di jo
Ki dapek di lem sessat mangi tijjang recako

Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei
Akik jamo Belando lagei dapek bedamei

Ulah pasal appeng mergo tigeh di lawang kurei
Sikam kak sedio uno jahkidah sambuk metei
Sangun kak lakkah caro perattei anjak ghebei

Penanolah sehajo mangi metei ghuppek pandai
Mahap pun ngalimpuro katteu ngemik sai lalai
Sai tatteuno bahaso sikam jo kurang pandai

C. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Lamun penanokidah gham mak dapek selisih
Ki penano kisah sikam ngucapken terimo kasih

Pasal dau belanjo sikam kak nerimo
Ino appeng mergo mak metei mubo di io
Sangun kak lakkah caro anjak zaman sai tuho

D. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya pun, ya jugo pun Puskam ....
Sikam permisei netek appeng ijo:
Betuah nikeu punduk netek appeng mergo
lajeu di appeng tiuh
Benahan setakko ngejuk, asal meso ghanglayo,
gham memalah mangi mak rusuh

Terjemah Bebas

PARADINEI

A. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah
Pertama-tama, kami memohon maaf
Kami mendapat perintah dari para sesepuh
Jika ada kata yang salah mohon dimaklumi

Kami numpang bertanya pada kalian serombongan
Kalian dari mana, apakah maksud dan tujuan
Tidak boleh lewat di sini jika tidak jelas tujuannya

Siapa pun yang lewat di sini tidak bisa sembarangan
Tua atau muda musti mengikuti aturan
Adat-istiadat sejak dahulu, telah beberapa zaman

Ini batas marga hingga gapura rumah
Dijaga hulubalang gagah serta berani
Perajurit terlatih turunan orang sakti

Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti
Mencari lawan tidak dapat di seluruh penjuru bumi
Jika bermaksud tidak baik pasti kalian binasa

Hulubalang yang di kiri:
Dalem Priyayi juragan besar napsu
Ia orang kebal, tetapi pada perempuan ia takluk
Berani kalau malam (jika) siang ia pura-pura tuli

Pagar berlapis-lapis untuk berdamai tidaklah mudah
Potonglah dulu pembatas ini baru kita musyawarah
Hingga ini dulu kata sambutan kami
Terhadap kalian serombongan

B. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Berhadapan dengan Anda ....

Kami serombongan dari kampung Labuhanratu
Terdiri dari para pimpinan klan dan warga adat
Para bapak, ibu, bujang, dan gadis
Ada yang akan dibicarakan menurut adat istiadat kita
Itulah sebabnya kami datang ke sini disertai para kiayi

Berangkat dari balai adat, berangkat tua muda
Ada yang akan dimusyawarahkan dengan kerabat di sini
Andaikan diizinkan, (kita bicara) di balai adat

Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)
Kita anut bersama agar tidak selisih
Sedangkan dengan Belanda, (kita) masih bisa berdamai

Mengenai batas marga hingga (batas) gapura rumah
Kami telah menyiapkan uang adat, ini kami serahkan
Memang telah tata cara kebiasaan sejak dahulu

Begitulah maksud kedatangan kami agar kalian maklum
Kami memohon maaf andaikan ada kekhilafan
Terutama, masalah tutur sapa kami kurang menguasai

C. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Jika demikian, kita tidak bisa selisih
Jika begitu maksud kalian, kami ucapkan terima kasih
Mengenai uang adat dapat kami terima
Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian
Memang sudah tata cara sejak zaman para leluhur

D. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Kami permisi memotong pembatas ini (simbol berupa kain putih):
Bertuah kamu keris memotong batas marga hingga gapura rumah
Karena mampu maka kita bisa memberi
Biarlah kita mengalah asalkan tujuan tercapai

* Sumber: A. Effendi Sanusi

Jumat, 04 November 2011

Mulang Adek Aneg



Ijo cutik foto-foto kutobumei wattu ikam sekeluargo mulang adek aneg kutobumei ilir.





















Minggu, 30 Oktober 2011

Panggeh Kebuayan Abung Siwou Migou

Panggeh/Pesan ini dimulai, sewaktu Minak Peduka anak Minak Semelasem, cucu Minak Penatih Tuho Cicit Minak Terio Diso/Nunyai, anak cicit Minak Peduko Begeduh pulang dari Banten pada abad 17, beliau mengumpulkan seluruh kerabat abung yg sudah menyebar diberbagai daerah dan mengundang sumbay-sumbay dari way kanan, sungkay, tulang bawang dan pubiyan untuk melakukan Pesta adat di Bujung Penagan sekaligus meresmikan kekerabatan Abung Siwo Migo yg sejajar berdampingan satu sama lain untuk saling membatu dan menghindari perselisihan, disinilah dimulainya adat Pepadun.

1. BUAY NUNYAI: Ngemulan batin sebuay nunyai,mergo siwo tanjar semapew, akkun begawei nguppulken sumbay, serbo cukup tandono liyeuw
Arti: Permulaan/Bibit Pemimpin si buay nunyai, sembilan marga sejajar berdampingan, waktu pesta adat mengumpulkan sumbay, serba kecukupan tandanya lewat.

Ini menandakan dari sembilan marga abung buay nunyai awalnya/merupakan pemimpin karena dia anak paling tua selain itu tanda mereka adalah serba kecukupan.

2. BUAY UNYI: Tuladan buay unyi,gayo ngemulan sako, mak ngemik anying ngenei,mulo jejamo mako
Arti: Ketauladan buay unyi, kaya permulaan dulu, tidak punya tapi memberi, makanya sesama punya/kaya.

Ini menandakan buay Unyi adalah orang yang senang menolong/berbagi satu sama lain

3. BUAY SUBING: Cemecek batin lain wat apai,liwakno ho sangun kakmapeu,akun begawei nguppulken sumbay,selek tigo tandono liyeuw
Arti: Cemecek pemimpin bukan ada tempat tidur, berpisah dulu memang sudah kaya, waktu pesta adat mengumpulkan sumbay, menyandang tiga keris tandanya lewat.

Ini menandakan buay subing dari dulu juga sudah kaya dan dalam pesta adat selalu menyandang 3 keris (biasanya 2) karena ada 1 keris yg merupakan rampasan dari raja bajak laut/bajau yg berhasil dia kalahkan.

4. BUAY NUBAN: Buay nuban sejaro timbay,anjak dijaman sang bimo ratu,wateu bebagei sikam pak mubai,nuwak tano semapeu tungguw
Arti: Buay nuban sejaro dulu, dari jaman sang bimo tunggal, waktu berbagi kami empat perempuan, nuwak sekarang menunggu berdampingan.

Ini menandakan buay nuban adalah anak perempuan

5. BUAY BELIYUK: Anak kudo kecacah awas,sebidang ruang semapeu tungguw, akun begawei lagi digilas,pak likur daw tandono liyeuw
Arti: Anak kuda awas kesohor, sebidang ruang menunggu berdampingan, waktu pesta adat di gilas, 24 harta tandanya lewat.

Ini menandakan ada 40 daw dari ngejuk akkuk untuk buay beliyuk dalam adat setelah perdamaian digilas setelah berselisih dengan buay Nunyai? dimana buay beliyuk sewaktu mereka hampir kalah lalu dibantu orang misterius dari banten yg diperkirakan adlah fatahillah?

6. BUAY NYERUPO: Gajah igai sekappung, nyepurung sapu jagad, nyeberang suwo nginum, mak neteng kanan kiri
Arti: Gajah igai sekampung, memutar sapu jagat, nyeberang sekalian minum, tidak memegang kanan kiri.

Ini menandakan ciri dari buay nyerupo, sebelumnya kedudukannya diisi oleh buay bulan setelah terjadi perselishan dijaman belanda akhirnya kedudukan buay bulan digantikan buay nyerupo.

7. BUAY SELAGAI: Kimas sako ngeberan,lem abung siwo migo,baten lagi rusuan, yo sangun meno sibo
Arti: Pemimpin dulu pangeran, dalam abung siwo migo, banten dan rasuan, dia memang duluan siba.

Ini menandakan buay selagai yg paling duluan siba ke banten dan mendapat gelar pangeran/adipati.

8. BUAY KUNANG: Buay kunang nyahajo,jak aji pemanggilan,dilem pengawo siwo, meno pesayan
Arti: Inilah buay kunang, dari aji pemanggilan, dalam punggawa sembilan, duluan sendiri.

Ini mengisahkan sewaktu buay nunyai turun dari canguk gatcak ke way abung/rarem mereka sudah menjumpai buay kunang bermukim di sekitar bujung penagan.

9. BUAY ANAK TUHO: Anak aji simeno,turun jak tali kiang,sijo saitemen yo, ngadiken siwo ruang
Arti: Anak aji yg duluan, turun dari tali kiang, ini yang sebenarnya, mengadakan sembilan ruang.

Ini menandakan dari kerabat buay aji, buay anak tuho yg duluan turun dari skala brak.

Empat Anak Minak Peduko Begeduh dan Saudaranya karena adopsi dan perkawinan adalah:

1. Buay Nunyai, mewarei jamo Buay Selagai dan Buay Kunang
2. Buay Unyi, mewarei jamo Buay Anak Tuho dan Buay Nyerupo
3. Buay Subing, mewarei jamo Buay Beliyuk
4. Buay Nuban makko warei alah yo sebai anyin yo kawin jamo Si Runjung
5. Putri Bulan anak turunan Nago Berisang, jadei anak angkat minak Peduko Begeduh

Sumbay Abung Siwo Migo:
1. Way Kanan
2. Sungkay
3. Megou Pak
4. Pubian Telu suku

Selasa, 14 Juni 2011

Hut ke 65 Lampung Utara



HUT Ke-65 LAMPUNG UTARA: Bupati Gelar Festival Budaya

KOTABUMI (Lampost): Ribuan warga memadati sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, Kotabumi, untuk menyaksikan festival budaya yang digelar Bupati Lampung Utara Zainal Abidin, Selasa (14-6) sore.
Festival budaya kali ini menampilkan keanekaragaman budaya masyarakat Lampura. Tujuannya, di samping sebagai salah satu sarana pemersatu, juga memberikan pemahaman bagi warga akan kekayaan budaya yang dimiliki daerah ini.
Bupati mengatakan selain menampilkan kekayaan budaya yang ada, pawai budaya ini digelar dalam rangka memeriahkan HUT ke-65 Lampura. Melalui pawai tersebut, diharapkan akan memupuk semangat persatuan dan kesatuan warga Lampura.
Bupati mengatakan setiap warga, baik asli maupun pendatang, adalah bagian dari mayarakat Lampura. Oleh karena itu, melalui festival budaya yang digelar, dia mengajak warga setempat menyatukan langkah membangun daerahnya agar lebih baik lagi ke depannya. (YUD/D-1)"

Rabu, 25 Mei 2011

Upacara Pernikahan Adat Masyarakat Pepadun

Upacara Pernikahan Adat Masyarakat Pepadun

Pernikahan merupakan fitrah manusia yang merupakan anugerah dari Allah. Puncak wujud cinta dari dua insan yang berlainan jenis yang saling mencintai. Tujuan dari pernikahan diantaranya menyempurnakan separuh agama, sunah rosul, pemenuhan kebutuhan lahir dan batin dan menlestarikan keturunan. Pernikahan tak lepas dari hal manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa sendirian dan selalu membutuhkan orang lain. Begitu juga dengan masyarakat Lampung Timur yang memandang pernikahan adalah peristiwa sakral. Peristiwa yang menyatukan dua manusia dan dihalalkannya hal-hal yang sebelumnya haram antar lawan jenis.

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda-beda dari berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki kekhasan masing-masing yang merupakan warisan dari leluhur yang mengandung nilai-nilai luhur. Upacara adat pernikahan adalah salah satu tradisi yang memiliki kekhasan di tiap suku bangsa.

Perkawinan merupakan realisasi cinta tertinggi bagi insan yang saling mencintai untuk bersatu. Berawal dari ketertarikan lalu tumbuhlah menjadi cinta. Sudah menjadi fitrah dan hukum alam manusia diciptakan berpasang-pasangan. Dari pernikahan inilah jadilah keluarga. Mendapatkan keturunan dan menjadi keluarga yang sakinah warahmah adalah cita-cita bagi setiap pasangan suami istri.

Pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan berlainan jenis, akan tetapi juga merupakan penyatuan dua keluarga. Itulah mengapa dalam upacara pernikahan melibatkan keluarga dan kerabat. Semua orang pasti mengharapkan pernikahan yang sah, direstui orang tua, sesuai aturan adat terlebih aturan agama.

Tiap-tiap daerah memiliki tata cara tersendiri dalam melangsungkan upacara pernikahan. Menurut masyarakat Lampung, idealnya pernikahan dilakukan oleh sesama umat Islam dan bersuku bangsa Lampung. Adat istiadat masyarakat Lampung dibedakan kedalam dua golongan adat yaitu Pepadun dan Peminggir. Adat istiadat Pepaduan dipakai oleh orang Lampung yang tinggal di kawasan Abung, Way Kanan / Sangkai, Tulang bawang & Pubian bagian pedalaman. Orang pepadun juga mengenal tingkatan sastra social dalam masyarakatnya. Hal ini bias dilihat dari berbagai atribut, misalnya golongan bangsawanmembawa keris sebagai tanda mereka menyandang gelar kehormatan yang tidak dimiliki oleh kalangan masyarakat biasa. Perbedaan antara kalangan bangsawan dan rakyat biasa juga dapat dilihat dalam penyelenggaraan upacara perkawinan yang disebut begawei atau cacak Pepaduan. Masyarakat Pepaduan juga melarang perkawinan diantara orang-orang yang dianggap tidak sederajat sebab hal ini dapat dianggap sebagai aib jika tetap dilaksanakan. Orang yang berbeda di lapisan atas akan turun derajatnya mengikuti pasangannya yang memiliki status lebih rendah.
Tetapi untuk masa sekarang ini, pelapisan social seperti tadi lebih di pengaruhi oleh factor senioritas, umur, pendidikan, segi materi atau ketaatan seseorang pada agamanya.

Ada beberapa bentuk perkawinan menurut masyarakat Pepadun, di antaranya :

1. Bentuk kawin jujur. Dasar pemikiran tersebut lebih menekankan pada tanggung jawab pihak laki-lakidan menempatkan posisi keturunan (anak) dengan garis keturunan. Ciri utama perkawinan jujur adalah pihak laki-laki menyerahkan sejumlah uang jujur “segheh/segoh”, yang bermakna sebagai pengganti pemutusan hubungan sang wanita dengan keluarganya. Dia masuk ke dalam keluarga suami atau keluarga laki-laki yang umumnya terdiri atas nilai 6, 12, 24 bergantung pada status anak gadis dan keluarganya. Konsekuensi bentuk perkawinan ini, sang istri putus hubungan dengan keluarganya dan tinggal di rumah laki-laki (keluarga laki-laki), Keturunan atau anak akan mengikuti garis keturunan melalui garis ayah.

2. Bentuk perkawinan “semanda” yang merupakan kebalikan dari kawin jujur. Dalam hal ini, suami masuk ke dalam kelompok keluarga istri dan putus jurainya dan keluarganya. Keturunan ditarik melalui garis ibu.

3. Perkawinan pineng ngerabung sanggar. Pada prinsipnya perkawinan ini harus melakukan upacara “gawi di tempat gadis, dan “begawi” di tempat bujang, dan kedua belah pihak harus memotong kerbau atau sapi. Setelah ada kesepakatan antara pihak keluarga bujang dan gadis tentang tanggal pernikahan dan hari yang pasti, karena gadis melakukan musyawarah keluarga besar beserta kerabatnya. Selanjutnya, keluarga dan atau penyimbang gadis menyampaikan maksud dan tujuan untuk melakukan acara pernikahan pineng ngerbung sanggar, kepada ketua adat, yakni penyeimbang adat kampung. Selain itu, pihak keluarga membentuk kepanitian dengan sebutan memattuan, yaitu pembentukan personalia pelaksanaan dan pengatur gawi (panitia gawi) dan pembahasan silsilah keluarga yang mengadakan gawi.

Keputusan musyawarah (perawitan) secara lengkap dilaporkan kepada keluarga yang bergawi melaui lalang, Yang datang biasanya terdiri dari 2 orang penyeimbang yang berstatus sebagai penghubung. Apabila laporan musyawarah dapat disetujui oleh keluarga,acara gawi dapat dilanjutkan pada hari yang telah ditentukan. Pelaksanaan guraw tarei (acara gawi) maknanya adalah visualisasi dari segala sesuatu yang telah disepakati dalam musyawarah perawitan adar kampung. Secara umum lancarnya tahap demi tahap acara gawi sepenuhnya dikendalikan oleh penglaku tuho.

Pelaksanaan guraw tarei ini melalui beberapa tahap acara, di antaranya ngekuruk temui (menjemput tamu), cangget pilangan, temew ditunjuj, patcah aji (nikah menurut adat kampung), dan bebekas (ngettarken) pelepasan mempelai wanita (dilakukan serah terima gadis kepada keluarga bujang).

Penentuan pasangan dalam sebuah perkawinan, idealnya berasal dari kelompok kekerabatan atau marganya. Jika di kemudian hari muncul kesadaran untuk kembali lagi ke lingkungan kerabatnya, ia harus menebusnya dengan menyembelih kerbau. Baru kemudian secara adat dia diterima kembali sebagai komunitas adatnya

Rangkaian Prosesi Pernikahan

Nindai / Nyubuk

Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei (cacak pepaduan) akan dilakukan acara cangget pilangan yaitu sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan di balai adat.

Be Ulih – ulihan (bertanya)

Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.

Bekado

Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga.

Nunang (melamar)

Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak gadis tersebut.
Nyirok (ngikat)

Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut.

Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.

Manjeu/Manjaew ( Berunding)

Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.

Sesimburan (dimandikan)

Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersama sambil saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.

Betanges (mandi uap)

Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.

Berparas (cukuran)

Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acara berparas yaitu menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.

Upacara akad nikah atau ijab kabul

Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering, dan uang adat. Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
SESUDAH PERNIKAHAN

Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk

Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.

Tabuhan Talo Balak

Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya. Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:

1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.

2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.

3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.

4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.

5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.

6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.

7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.

Penutup

Prosesi pernikahan tiap suku bangsa berbeda-beda. Masyarakat Lampung memeliki tradisi dan kekhasan sendiri dalam menyelenggarakan prosesi pernikahan adat. Terdapat keunikan dalam penyelenggaraannya dibanding suku bangsa yang lain. Di samping itu, setiap prosesinya syarat akan makna-makna yang memiliki nilai-nilai luhur yang diwarisi para leluhur masyarakat Lampung. Masih eksisnya upacara pernikahan adat ini menunjukan bahwa masyarakat Lampung masih menjaga tradisi dan adat leluhur yang merupakan salah satu khazanah budaya Indonesia.

Sumber: http://aktivistangguh.blog.ugm.ac.id/2010/11/04/upacara-adat-pernikahan-masyarakat-pepaduan-lampung/