Tugu Payan Emas

Tugu Payan Emas
Payan atau Tombak merupakan senjata asli orang lampung khususnya suku Abung

Senin, 04 April 2011

Dari Datu Di Puncak hingga Minak Trio Diso

16 Januari 2009
Dari Datu Di Puncak hingga Minak Trio Diso

JEJAK PERADABAN TINGGI DI CANGUK GACCAK
Persinggahan Perjalanan Panjang Menuju Terbentuknya Abung Siwa Mega



BALAI ARKEOLOGI BANDUNG
Jl. Raya Cinunuk Km. 17, Cileunyi, Bandung 40623
Telp. 022 – 7801665, Faks. 022 – 7803623

Lokasi
Situs Canguk Gaccak berada di wilayah Desa Sekipi, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi situs sangat mudah dicapai baik menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Dari Kotabumi menuju Bukit Kemuning hingga sampai di Simpang Rengas ke arah kiri menuju Desa Sekipi. Sebelum memasuki Desa Sekipi terdapat lokasi penambangan bahan galian C. Dengan menyusuri jalan kampung akan sampai di lokasi yang berada di tepian Way Abung.




Lokasi situs Canguk Gaccak

Cerita Perjalanan Panjang
Menurut cerita lama yang disampaikan secara turun-temurun, masyarakat Lampung mula-mula bermukim di daerah Sekalabrak. Daerah ini berada di sekitar Gunung Pesagi hingga tepian Danau Ranau. Menurut kajian terhadap cerita rakyat yang dilakukan oleh Oliver Sevin, pada sekitar abad ke-14 terjadi migrasi dari Sekalabrak ke seluruh wilayah Lampung. Diceritakan, adalah Empu Cangih pemimpin Keratuan Di Puncak, yang berkuasa di puncak Gunung Pesagi melakukan perjalan mencari daerah baru untuk mendirikan perkampungan. Perjalanan Empu Cangih yang juga disebut Datu Di Puncak dari Sekalabrak singgah di daerah Selabung selanjutnya pindah lagi ke Canguk Gaccak.
Tidak berapa lama setelah rombongan Datu Di Puncak bermukim, diketahuilah bahwa di sebelah hulu telah bermukim Rio Kunang. Beliau adalah salah satu keturunan Datu Di Pemanggilan dari Puyang Semedekaw. Dalam rombongan Datu Di Puncak disertai Beliyuk yang juga keturunan Puyang Semedekaw. Kelompok ini kemudian bersatu membangun perkampungan.

Ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan yang sudah terbentuk terganggu ulah pengkhianatan Raja Di Lawuk dari Laut Lebu yang menyamar sebagai tamu Datu Di Puncak. Kerabat Datu Di Puncak yang terdiri Nunyai, Unyi, Subing, Nuban, Bulan, Beliyuk, Kunang, Selagai, dan Anak Tuha berunding mengatur siasat pembalasan kepada Raja Di Lawuk. Diriwayatkan bahwa Subing akhirnya berhasil membalaskan dendam. Kemenangan ini kemudian dirayakan di daerah Gilas tepi Way Besay. Dalam perayaan ini kemudian terbentuklah masyarakat Abung Siwa Mega.


Peta persebaran Orang Lampung

Objek arkeologis yang menandai bekas perkampungan di Canguk Gaccak meliputi komplek tinggalan megalitik, komplek makam Minak Trio Diso, dan komplek makam Rendang Sedayu. Perjalanan dari jalan desa menuju lokasi setelah melalui sungai kecil Way Tamiang akan sampai pada lahan kebun kopi. Di antara rimbunnya kopi terdapat beberapa batu yang merupakan peninggalan budaya megalitik. Batu tersebut ada yang disusun membentuk semacam meja dengan empat kaki yang dinamakan dolmen, susunan batu melingkar (stone enclouser), dan batu yang ditancapkan secara berdiri yang disebut menhir. Peninggalan semacam ini terdiri 12 kelompok. Pada ujung timur lahan terdapat benteng tanah yang dilengkapi parit. Benteng dan parit ini membentang dari tepi Way Abung di selatan hingga tepi Way Tamiang di utara. Apabila dicermati, pada lahan ini akan dapat ditemukan pecahan keramik asing. Keramik yang pernah ditemukan berasal dari Cina buatan masa Dinasti Song (abad ke-10 – 13) dan Yuan (abad ke-13 – 14).
Di seberang Way Abung dapat dijumpai komplek makam Minak Trio Diso yang terdiri dua kelompok. Kelompok makam pertama berada pada lahan di tepi sawah sebelah selatan Way Abung sedangkan yang kedua berada di sebelah barat kelompok makam pertama. Menurut keterangan John Akhyar (juru pelihara), pada kelompok makam pertama, tokoh utama yang dimakamkan adalah Minak Raja Di Lawuk. Dalam cerita rakyat, Minak Raja Di Lawuk dimakamkan di dua lokasi. Di Canguk Gaccak merupakan makam kepala, sedang badannya dimakamkan di Gedong Meneng, Tulangbawang. Konon apabila kepala dan badan tidak dipisah akan hidup lagi.

Kelompok makam kedua berada pada semacam bukit kecil setinggi sekitar 3 m. Komplek makam ini dilengkapi cungkup yang dibangun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2003. Tangga masuk berada di sisi timur. Pada anak tangga ketiga terdapat batu berdiameter sekitar 25 cm. Batu ini merupakan lambang kepala Minak Raja Di Lawuk, yang harus diinjak oleh keturunan Minak Trio Diso ketika akan berziarah. Pada bangunan cungkup terdapat tiga makam. Makam paling timur merupakan makam Minak Dara Putih atau Hyang Mudo, makam yang ditengah merupakan makam Minak Trio Diso, dan yang di utara adalah makam Syekh Abdurrahman. Minak Trio Diso adalah gelar anak Datu Di Puncak yang bernama Nunyai.
Di sebelah tenggara komplek makam Minak Trio Diso berjarak sekitar 300 m terdapat bukit kecil yang dinamakan Gunung Rimba Bekasan. Di atas bukit terdapat lahan seluas 65 ha yang ditumbuhi bambu. Pada hutan bambu ini terdapat lahan seluas sekitar 1 ha yang dikelilingi parit serta pada sisi barat dan utara berbatasan dengan aliran sungai Pasuut yang merupakan anak Way Abung. Pada lahan ini terdapat makam keramat. Tokoh utama yang dimakamkan adalah Rendang Sedayu. Tokoh ini dikenal sebagai salah satu isteri Minak Trio Diso. Rendang Sedayu juga dikenal dengan sebutan Raja Lemaung.

Bukti Sebuah Peradaban Tinggi
Dalam perjalanan peradaban masyarakat Lampung, Canguk Gaccak merupakan tempat bermukim masyarakat pendukung tradisi megalitik dan masyarakat masa pasca prasejarah. Tinggalan berupa dolmen di Canguk Gaccak, bagi masyarakat megalitik kadang-kadang berfungsi sebagai pelinggih roh atau tempat persajian. Pada masyarakat megalitik yang lebih maju, dolmen digunakan sebagai tempat duduk kepala suku atau raja-raja ketika pertemuan maupun upacara pemujaan arwah leluhur. Pada dasarnya dolmen dipandang sebagai tempat keramat. Di situs Canguk Gaccak, dolmen dilengkapi dengan menhir. Menhir adalah medium penghormatan, penampung kedatangan roh, dan sekaligus menjadi lambang dari orang-orang yang diperingati.
Kehidupan masyarakat megalitik memperlihatkan masyarakat berperadaban tinggi yang sudah mengenal sistem organisasi sosial. Kehidupan ini berkembang hingga masa kedatangan Datu Di Puncak. Sistem organisasi sosial dengan diwarnai kehidupan demokratis ini akhirnya melahirkan masyarakat Abung Siwa Mega. Beberapa tinggalan arkeologi di Canguk Gaccak merupakan bukti bahwa moyang pada masa lampau sudah berperadaban tinggi. Oleh karena itu, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam peninggalan tersebut perlu difahami untuk landasan pembangunan di masa depan (Nanang Saptono).

Catatan: Tulisan diterbitkan dalam bentuk leaflet, tahun 2008

Diposkan oleh Arkeologi Lampung di 00:34

Minggu, 03 April 2011

Tugu Kayu Aro


Tugu Kayu Aro



Tugu ijo wat di kutobumei, sai jadei kebanggaan ulun Lampung Utara
Najin gegehno tegak tugu ijo mak temen lurus, mak nyo-nyo asak dijago dang sappai miring temen.