Tugu Payan Emas

Tugu Payan Emas
Payan atau Tombak merupakan senjata asli orang lampung khususnya suku Abung

Jumat, 04 November 2011

Mulang Adek Aneg



Ijo cutik foto-foto kutobumei wattu ikam sekeluargo mulang adek aneg kutobumei ilir.





















Minggu, 30 Oktober 2011

Panggeh Kebuayan Abung Siwou Migou

Panggeh/Pesan ini dimulai, sewaktu Minak Peduka anak Minak Semelasem, cucu Minak Penatih Tuho Cicit Minak Terio Diso/Nunyai, anak cicit Minak Peduko Begeduh pulang dari Banten pada abad 17, beliau mengumpulkan seluruh kerabat abung yg sudah menyebar diberbagai daerah dan mengundang sumbay-sumbay dari way kanan, sungkay, tulang bawang dan pubiyan untuk melakukan Pesta adat di Bujung Penagan sekaligus meresmikan kekerabatan Abung Siwo Migo yg sejajar berdampingan satu sama lain untuk saling membatu dan menghindari perselisihan, disinilah dimulainya adat Pepadun.

1. BUAY NUNYAI: Ngemulan batin sebuay nunyai,mergo siwo tanjar semapew, akkun begawei nguppulken sumbay, serbo cukup tandono liyeuw
Arti: Permulaan/Bibit Pemimpin si buay nunyai, sembilan marga sejajar berdampingan, waktu pesta adat mengumpulkan sumbay, serba kecukupan tandanya lewat.

Ini menandakan dari sembilan marga abung buay nunyai awalnya/merupakan pemimpin karena dia anak paling tua selain itu tanda mereka adalah serba kecukupan.

2. BUAY UNYI: Tuladan buay unyi,gayo ngemulan sako, mak ngemik anying ngenei,mulo jejamo mako
Arti: Ketauladan buay unyi, kaya permulaan dulu, tidak punya tapi memberi, makanya sesama punya/kaya.

Ini menandakan buay Unyi adalah orang yang senang menolong/berbagi satu sama lain

3. BUAY SUBING: Cemecek batin lain wat apai,liwakno ho sangun kakmapeu,akun begawei nguppulken sumbay,selek tigo tandono liyeuw
Arti: Cemecek pemimpin bukan ada tempat tidur, berpisah dulu memang sudah kaya, waktu pesta adat mengumpulkan sumbay, menyandang tiga keris tandanya lewat.

Ini menandakan buay subing dari dulu juga sudah kaya dan dalam pesta adat selalu menyandang 3 keris (biasanya 2) karena ada 1 keris yg merupakan rampasan dari raja bajak laut/bajau yg berhasil dia kalahkan.

4. BUAY NUBAN: Buay nuban sejaro timbay,anjak dijaman sang bimo ratu,wateu bebagei sikam pak mubai,nuwak tano semapeu tungguw
Arti: Buay nuban sejaro dulu, dari jaman sang bimo tunggal, waktu berbagi kami empat perempuan, nuwak sekarang menunggu berdampingan.

Ini menandakan buay nuban adalah anak perempuan

5. BUAY BELIYUK: Anak kudo kecacah awas,sebidang ruang semapeu tungguw, akun begawei lagi digilas,pak likur daw tandono liyeuw
Arti: Anak kuda awas kesohor, sebidang ruang menunggu berdampingan, waktu pesta adat di gilas, 24 harta tandanya lewat.

Ini menandakan ada 40 daw dari ngejuk akkuk untuk buay beliyuk dalam adat setelah perdamaian digilas setelah berselisih dengan buay Nunyai? dimana buay beliyuk sewaktu mereka hampir kalah lalu dibantu orang misterius dari banten yg diperkirakan adlah fatahillah?

6. BUAY NYERUPO: Gajah igai sekappung, nyepurung sapu jagad, nyeberang suwo nginum, mak neteng kanan kiri
Arti: Gajah igai sekampung, memutar sapu jagat, nyeberang sekalian minum, tidak memegang kanan kiri.

Ini menandakan ciri dari buay nyerupo, sebelumnya kedudukannya diisi oleh buay bulan setelah terjadi perselishan dijaman belanda akhirnya kedudukan buay bulan digantikan buay nyerupo.

7. BUAY SELAGAI: Kimas sako ngeberan,lem abung siwo migo,baten lagi rusuan, yo sangun meno sibo
Arti: Pemimpin dulu pangeran, dalam abung siwo migo, banten dan rasuan, dia memang duluan siba.

Ini menandakan buay selagai yg paling duluan siba ke banten dan mendapat gelar pangeran/adipati.

8. BUAY KUNANG: Buay kunang nyahajo,jak aji pemanggilan,dilem pengawo siwo, meno pesayan
Arti: Inilah buay kunang, dari aji pemanggilan, dalam punggawa sembilan, duluan sendiri.

Ini mengisahkan sewaktu buay nunyai turun dari canguk gatcak ke way abung/rarem mereka sudah menjumpai buay kunang bermukim di sekitar bujung penagan.

9. BUAY ANAK TUHO: Anak aji simeno,turun jak tali kiang,sijo saitemen yo, ngadiken siwo ruang
Arti: Anak aji yg duluan, turun dari tali kiang, ini yang sebenarnya, mengadakan sembilan ruang.

Ini menandakan dari kerabat buay aji, buay anak tuho yg duluan turun dari skala brak.

Empat Anak Minak Peduko Begeduh dan Saudaranya karena adopsi dan perkawinan adalah:

1. Buay Nunyai, mewarei jamo Buay Selagai dan Buay Kunang
2. Buay Unyi, mewarei jamo Buay Anak Tuho dan Buay Nyerupo
3. Buay Subing, mewarei jamo Buay Beliyuk
4. Buay Nuban makko warei alah yo sebai anyin yo kawin jamo Si Runjung
5. Putri Bulan anak turunan Nago Berisang, jadei anak angkat minak Peduko Begeduh

Sumbay Abung Siwo Migo:
1. Way Kanan
2. Sungkay
3. Megou Pak
4. Pubian Telu suku

Selasa, 14 Juni 2011

Hut ke 65 Lampung Utara



HUT Ke-65 LAMPUNG UTARA: Bupati Gelar Festival Budaya

KOTABUMI (Lampost): Ribuan warga memadati sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, Kotabumi, untuk menyaksikan festival budaya yang digelar Bupati Lampung Utara Zainal Abidin, Selasa (14-6) sore.
Festival budaya kali ini menampilkan keanekaragaman budaya masyarakat Lampura. Tujuannya, di samping sebagai salah satu sarana pemersatu, juga memberikan pemahaman bagi warga akan kekayaan budaya yang dimiliki daerah ini.
Bupati mengatakan selain menampilkan kekayaan budaya yang ada, pawai budaya ini digelar dalam rangka memeriahkan HUT ke-65 Lampura. Melalui pawai tersebut, diharapkan akan memupuk semangat persatuan dan kesatuan warga Lampura.
Bupati mengatakan setiap warga, baik asli maupun pendatang, adalah bagian dari mayarakat Lampura. Oleh karena itu, melalui festival budaya yang digelar, dia mengajak warga setempat menyatukan langkah membangun daerahnya agar lebih baik lagi ke depannya. (YUD/D-1)"

Rabu, 25 Mei 2011

Upacara Pernikahan Adat Masyarakat Pepadun

Upacara Pernikahan Adat Masyarakat Pepadun

Pernikahan merupakan fitrah manusia yang merupakan anugerah dari Allah. Puncak wujud cinta dari dua insan yang berlainan jenis yang saling mencintai. Tujuan dari pernikahan diantaranya menyempurnakan separuh agama, sunah rosul, pemenuhan kebutuhan lahir dan batin dan menlestarikan keturunan. Pernikahan tak lepas dari hal manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa sendirian dan selalu membutuhkan orang lain. Begitu juga dengan masyarakat Lampung Timur yang memandang pernikahan adalah peristiwa sakral. Peristiwa yang menyatukan dua manusia dan dihalalkannya hal-hal yang sebelumnya haram antar lawan jenis.

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda-beda dari berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki kekhasan masing-masing yang merupakan warisan dari leluhur yang mengandung nilai-nilai luhur. Upacara adat pernikahan adalah salah satu tradisi yang memiliki kekhasan di tiap suku bangsa.

Perkawinan merupakan realisasi cinta tertinggi bagi insan yang saling mencintai untuk bersatu. Berawal dari ketertarikan lalu tumbuhlah menjadi cinta. Sudah menjadi fitrah dan hukum alam manusia diciptakan berpasang-pasangan. Dari pernikahan inilah jadilah keluarga. Mendapatkan keturunan dan menjadi keluarga yang sakinah warahmah adalah cita-cita bagi setiap pasangan suami istri.

Pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan berlainan jenis, akan tetapi juga merupakan penyatuan dua keluarga. Itulah mengapa dalam upacara pernikahan melibatkan keluarga dan kerabat. Semua orang pasti mengharapkan pernikahan yang sah, direstui orang tua, sesuai aturan adat terlebih aturan agama.

Tiap-tiap daerah memiliki tata cara tersendiri dalam melangsungkan upacara pernikahan. Menurut masyarakat Lampung, idealnya pernikahan dilakukan oleh sesama umat Islam dan bersuku bangsa Lampung. Adat istiadat masyarakat Lampung dibedakan kedalam dua golongan adat yaitu Pepadun dan Peminggir. Adat istiadat Pepaduan dipakai oleh orang Lampung yang tinggal di kawasan Abung, Way Kanan / Sangkai, Tulang bawang & Pubian bagian pedalaman. Orang pepadun juga mengenal tingkatan sastra social dalam masyarakatnya. Hal ini bias dilihat dari berbagai atribut, misalnya golongan bangsawanmembawa keris sebagai tanda mereka menyandang gelar kehormatan yang tidak dimiliki oleh kalangan masyarakat biasa. Perbedaan antara kalangan bangsawan dan rakyat biasa juga dapat dilihat dalam penyelenggaraan upacara perkawinan yang disebut begawei atau cacak Pepaduan. Masyarakat Pepaduan juga melarang perkawinan diantara orang-orang yang dianggap tidak sederajat sebab hal ini dapat dianggap sebagai aib jika tetap dilaksanakan. Orang yang berbeda di lapisan atas akan turun derajatnya mengikuti pasangannya yang memiliki status lebih rendah.
Tetapi untuk masa sekarang ini, pelapisan social seperti tadi lebih di pengaruhi oleh factor senioritas, umur, pendidikan, segi materi atau ketaatan seseorang pada agamanya.

Ada beberapa bentuk perkawinan menurut masyarakat Pepadun, di antaranya :

1. Bentuk kawin jujur. Dasar pemikiran tersebut lebih menekankan pada tanggung jawab pihak laki-lakidan menempatkan posisi keturunan (anak) dengan garis keturunan. Ciri utama perkawinan jujur adalah pihak laki-laki menyerahkan sejumlah uang jujur “segheh/segoh”, yang bermakna sebagai pengganti pemutusan hubungan sang wanita dengan keluarganya. Dia masuk ke dalam keluarga suami atau keluarga laki-laki yang umumnya terdiri atas nilai 6, 12, 24 bergantung pada status anak gadis dan keluarganya. Konsekuensi bentuk perkawinan ini, sang istri putus hubungan dengan keluarganya dan tinggal di rumah laki-laki (keluarga laki-laki), Keturunan atau anak akan mengikuti garis keturunan melalui garis ayah.

2. Bentuk perkawinan “semanda” yang merupakan kebalikan dari kawin jujur. Dalam hal ini, suami masuk ke dalam kelompok keluarga istri dan putus jurainya dan keluarganya. Keturunan ditarik melalui garis ibu.

3. Perkawinan pineng ngerabung sanggar. Pada prinsipnya perkawinan ini harus melakukan upacara “gawi di tempat gadis, dan “begawi” di tempat bujang, dan kedua belah pihak harus memotong kerbau atau sapi. Setelah ada kesepakatan antara pihak keluarga bujang dan gadis tentang tanggal pernikahan dan hari yang pasti, karena gadis melakukan musyawarah keluarga besar beserta kerabatnya. Selanjutnya, keluarga dan atau penyimbang gadis menyampaikan maksud dan tujuan untuk melakukan acara pernikahan pineng ngerbung sanggar, kepada ketua adat, yakni penyeimbang adat kampung. Selain itu, pihak keluarga membentuk kepanitian dengan sebutan memattuan, yaitu pembentukan personalia pelaksanaan dan pengatur gawi (panitia gawi) dan pembahasan silsilah keluarga yang mengadakan gawi.

Keputusan musyawarah (perawitan) secara lengkap dilaporkan kepada keluarga yang bergawi melaui lalang, Yang datang biasanya terdiri dari 2 orang penyeimbang yang berstatus sebagai penghubung. Apabila laporan musyawarah dapat disetujui oleh keluarga,acara gawi dapat dilanjutkan pada hari yang telah ditentukan. Pelaksanaan guraw tarei (acara gawi) maknanya adalah visualisasi dari segala sesuatu yang telah disepakati dalam musyawarah perawitan adar kampung. Secara umum lancarnya tahap demi tahap acara gawi sepenuhnya dikendalikan oleh penglaku tuho.

Pelaksanaan guraw tarei ini melalui beberapa tahap acara, di antaranya ngekuruk temui (menjemput tamu), cangget pilangan, temew ditunjuj, patcah aji (nikah menurut adat kampung), dan bebekas (ngettarken) pelepasan mempelai wanita (dilakukan serah terima gadis kepada keluarga bujang).

Penentuan pasangan dalam sebuah perkawinan, idealnya berasal dari kelompok kekerabatan atau marganya. Jika di kemudian hari muncul kesadaran untuk kembali lagi ke lingkungan kerabatnya, ia harus menebusnya dengan menyembelih kerbau. Baru kemudian secara adat dia diterima kembali sebagai komunitas adatnya

Rangkaian Prosesi Pernikahan

Nindai / Nyubuk

Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei (cacak pepaduan) akan dilakukan acara cangget pilangan yaitu sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan di balai adat.

Be Ulih – ulihan (bertanya)

Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.

Bekado

Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga.

Nunang (melamar)

Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak gadis tersebut.
Nyirok (ngikat)

Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut.

Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.

Manjeu/Manjaew ( Berunding)

Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.

Sesimburan (dimandikan)

Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersama sambil saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.

Betanges (mandi uap)

Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.

Berparas (cukuran)

Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acara berparas yaitu menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.

Upacara akad nikah atau ijab kabul

Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering, dan uang adat. Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
SESUDAH PERNIKAHAN

Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk

Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.

Tabuhan Talo Balak

Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya. Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:

1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.

2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.

3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.

4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.

5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.

6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.

7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.

Penutup

Prosesi pernikahan tiap suku bangsa berbeda-beda. Masyarakat Lampung memeliki tradisi dan kekhasan sendiri dalam menyelenggarakan prosesi pernikahan adat. Terdapat keunikan dalam penyelenggaraannya dibanding suku bangsa yang lain. Di samping itu, setiap prosesinya syarat akan makna-makna yang memiliki nilai-nilai luhur yang diwarisi para leluhur masyarakat Lampung. Masih eksisnya upacara pernikahan adat ini menunjukan bahwa masyarakat Lampung masih menjaga tradisi dan adat leluhur yang merupakan salah satu khazanah budaya Indonesia.

Sumber: http://aktivistangguh.blog.ugm.ac.id/2010/11/04/upacara-adat-pernikahan-masyarakat-pepaduan-lampung/

Jenis Tapis Lampung



Jenis Tapis lampung dan menurut pemakaiannya



Tapis Lampung dari Pesisir: Tapis Inuh, Tapis Cucuk Andak, Tapis Semaka, Tapis Kuning, Tapis Cukkil, Tapis Jinggu.

Tapis lampung dari Pubian Telu Suku: Tapis Jung Sarat, Tapis Balak, Tapis Laut Linau, Tapis Raja Medal, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Cucuk Handak, Tapis Tuho, Tapis Sasap, Tapis Lawok Silung, Tapis Lawok Handak.

Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan: Tapis Jung Sarat, Tapis Balak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Halom/Gabo, Tapis Kaca, Tapis Kuning, Tapis Lawok Halom, Tapis Tuha, Tapis Raja Medal, Tapis Lawok Silung.

Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak: Tapis Dewosano, Tapis Limar Sekebar, Tapis Ratu Tulang Bawang, Tapis Bintang Perak, Tapis Limar Tunggal, Tapis Sasab, Tapis Kilap Turki, Tapis Jung Sarat, Tapis Kaco Mato di Lem, Tapis Kibang, Tapis Cukkil, Tapis Cucuk Sutero.

Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego: Tapis Rajo Tunggal, Tapis Lawet Andak, Tapis Lawet Silung, Tapis Lawet Linau, Tapis Jung Sarat, Tapis Raja Medal, Tapis Nyelem di Laut Timbul di Gunung, Tapis Cucuk Andak, Tapis Balak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Cucuk Semako, Tapis Tuho Tapis Cucuk Agheng, Tapis Gajah Mekhem, Tapis Sasap, Tapis Kuning, Tapis Kaco, Tapis Serdadu Baris.


Jenis Tapis Lampung dan menurut asal pemakaiannya

Tapis Jung Sarat Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, pengantin serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.

Tapis Raja Tunggal Dipakai oleh isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan adat, pengambilan gelar pangeran dan sutan. Di daerah Abung Lampung Utara dipakai oleh gadis-gadis dalam menghadiri upacara adat.

Tapis Raja Medal Dipakai oleh kelompok isteri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara adat seperti : mengawinkan anak, Pengambilan gelar pangeran dan sutan. Didaerah Abung Lampung Utara tapis ini digunakan oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat.

Tapis Laut Andak Dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada acara adat cangget. Dipakai juga oleh Anak Benulung (isteri adik) sebagai pengiring pada upacara pengambilan gelar sutan serta dipakai juga oleh menantu perempuan pada acara pengambilan gelar sutan.

Tapis Balak Dipakai oleh kelompok adik perempuan dan kelompok isteri anak seorang yang sedang mengambil gelar pangeran pada upacara pengambilan gelar atau pada upacara mengawinkan anak. Tapis ini dapat juga dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.

Tapis Silung Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan pengantin.

Tapis Laut Linau Dipakai oleh kerabat isteri yang tergolong kerabat jauh dalam menghadiri upacara adat. Dipakai juga oleh para gadis pengiring pengantin pada upacara turun mandi pengantin dan mengambil gelar pangeran serta dikenakan pula oleh gadis penari (muli cangget).

Tapis Pucuk Rebung Tapis ini dipakai oleh kelompok ibu-ibu/para isteri untuk menghadiri upacara adat. Di daerah Menggala tapis ini disebut juga tapis balak, dipakai oleh wanita pada saat menghadiri upacara adat.

Tapis Cucuk Andak Dipakai oleh kelompok isteri keluarga penyimbang (kepala adat/suku) yang sudah bergelar sutan dalam menghadiri upacara perkawinan, pengambilan gelar adat. Di daerah Lampung Utara tapis ini dipakai oleh pengantin wanita dalam upacara perkawinan adat. Di daerah Abung Lampung Utara tapis ini dipakai oleh ibu-ibu pengiring pengantin pada upacara adat perkawinan.

Tapis Limar Sekebar Tapis ini dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat serta dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin dalam upacara adat.

Tapis Cucuk Pinggir Dipakai oleh kelompok isteri dalam menghadiri pesta adat dan dipakai juga oleh gadis pengiring pengantin pada upacara perkawinan adat.

Tapis Tuho Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta dipakai pula oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.

Tapis Agheng/Areng Dipakai oleh kelompok isteri yang sudah mendapat gelar sutan (suaminya) pada upacara pengarakan naik pepadun/pengambilan gelar dan dipakai pula oleh pengantin sebagai pakaian sehari-hari.

Tapis Inuh Kain tapis ini umumnya dipakai pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
Tapis ini berasal dari daerah Krui,Lampung Barat.

Tapis Dewosano Di daerah Menggala dan Kota Bumi, kain tapis ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat menghadiri upacara adat.

Tapis Kaca Tapis ini dipakai oleh wanita-wanita dalam menghadiri upacara adat. Bisa juga dipakai oleh wanita pengiring pengantin pada upacara adat. Tapis ini di daerah Pardasuka Lampung Selatan dipakai oleh laki-laki pada saat upacara adat.

Tapis Bintang tapis ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat upacara adat.

Tapis Bidak Cukkil Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.

Tapis Bintang Perak Tapis ini dapat dipakai pada upacara-upacara adat dan berasal dari daerah Menggala, Lampung Utara.

Sumber :http://rudimarfai.blogspot.com/2010/07/jenis-tapis-lampung-dan-menurut.html

Selasa, 24 Mei 2011

Tokoh Kelahiran Kotabumi, Lampung Utara

Tokoh Kelahiran Kotabumi, Lampung Utara

1. Letnan Jenderal Alamsyah Ratu Perwiranegara
Mantan Menteri Agama & Menteri Kesejahteraan Rakyat

2. Prof. Bagir Manan, SH
Mantan Ketua Mahkamah Agung, Guru Besar Unpad, Ketua Dewan Pers

3. Prof. Hilman Hadikusuma, SH
Mantan Guru Besar Universitas Lampung

4. Usman Karim, SH
Mantan Hakim Agung

5. Ir.Anshori Djausal, MT
Dosen Universitas Lampung, Penggiat Pariwisata

6. Ir. Agusman Effendi
Politisi, Anggota DPR/MPR dari partai Golkar, Mantan pengurus PSSI

7. Shidki Wahab
Dirut PT. Radio Draba, Anggota DPR/MPR fraksi PD


8. Marsekal Madya TNI Dr. Rio Mendung Thalieb, M.Sc
Wakil Gubernur Lemhanas

9. Siapa Lagi ya?

Selasa, 10 Mei 2011

Tapis Sulam Usus

AJANG PROMOSI: Lampura Andalkan Sulam Usus-Tapis

KOTABUMI (Lampost): Kerajinan tangan sulam usus dan kain tapis menjadi produk unggulan tuan rumah MTQ ke-39 tingkat Provinsi Lampung di stan pameran budaya kompleks Gedung Islamic Center, Selasa (10-5).

Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Lampung Utara Nourel Islamy mengatakan pertimbangan dua produk tersebut menjadi produk andalan karena masing-masing memiliki ciri khas yang menampilkan keunikan dan motif budaya Lampung, khususnya Lampung Utara.

"Keunikan motif yang ditampilkan menjadi penilaian tersendiri sehingga ditempatkan sebagai bagian produk unggulan yang dipamerkan saat ini," ujarnya.

Melalui pameran budaya diharapkan kedua kerajinan tersebut akan terangkat sehingga tidak hanya dikenal di 13 kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tetapi juga dikenal hingga keluar provinsi.

Menurut Nourel, pameran budaya di ajang MTQ ke-39 provinsi tidak hanya bertujuan melakukan transaksi jual beli saja, tetapi lebih dari itu. Sebagai ajang promosi guna menarik investor untuk menanamkan modalnya dan mengembangkan produk kerajinan tersebut.

Secara terpisah, Mustah, salah satu penjaga stan kerajinan sulam usus dan kain tapis, menuturkan hari pertama pembukaan stan pameran banyak dikunjungi pengunjung. Antusiasme masyarakat di stan itu cukup tinggi. (YUD/D-1)

Sumber: Lampung Post 11/05/2011

Islamic Center Kotabumi

FASILITAS KEAGAMAAN: Sjachroedin Resmikan Islamic Center Kotabumi

KOTABUMI (Lampost): Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. menandatangani prasasti sebagai tanda diresmikan dan dibukanya Gedung Islamic Center di Kelurahan Tanjungharapan, Kecamatan Kotabumi Selatan, Lampung Utara, Senin (9-5), sekitar pukul 11.00 .

Hadir dalam acara tersebut, antara lain Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan RI Irham Jafar Lan Putra, Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Jauhari, staf Ahli Bidang Kementerian PDT Lili Romly, dan tamu undangan yang lain.

Dengan penandatanganan prasasti tersebut, Gubernur menyatakan Gedung Islamic Center dipergunakan untuk penyelenggaraan MTQ ke-39 tingkat Provinsi Lampung.

Dalam sambutannya, Sjachroedin menyatakan bangga terkait telah selesainya pembanguan Islamic Center tahap kedua. Dia mengharapkan gedung tersebut bukan hanya menjadi tempat pengembangan agama Islam, melainkan juga menjadi pusat pendidikan dan ikon bagi warga Lampung Utara.

Gubernur mengaku terharu, bangga, sekaligus bahagia menyaksikan keindahan dan kemegahan Islamic Center. Sebab, di lokasi bekas terminal regional Kotabumi itu dinilai Gubernur tidak terawat dan kotor.

"Namun, setelah berdiri Islamic Center berubah menjadi indah. Gedung ini merupakan kebanggaan kita bersama, khususnya Kabupaten Lampura," ujarnya.

Di tempat yang sama, Asisten II Pemkab Lampung Utara Azwar Yazid dalam sambutannya mengatakan di atas areal lahan seluas 3,5 hektare telah dibangun masjid.

Selain itu, juga ada perkantoran, gedung serbaguna dan pusat pendidikan. "Gedung serbaguna di kompleks Islamic Center diperkirakan mampu menampung sekitar 2.000 orang," kata dia.

Terkait keunikan gedung tersebut, untuk kubah bangunan masjid berbentuk Siger yang berputar dengan jumlah 99 melambangkan 99 Asmaul Husna, nama besar Allah.

Sedangkan ketinggian menara 35 meter. Di sana terdapat fasilitas teropong bintang untuk menghitung hilal. Menara tersebut bukan hanya berfungsi sebagai menara masjid saja, melainkan juga dapat dijadikan sarana obyek wisata bagi warga untuk melihat keindahan Kotabumi. (YUD/D-3)

Sumber: Lampung Post 10/05/2011

Senin, 04 April 2011

Dari Datu Di Puncak hingga Minak Trio Diso

16 Januari 2009
Dari Datu Di Puncak hingga Minak Trio Diso

JEJAK PERADABAN TINGGI DI CANGUK GACCAK
Persinggahan Perjalanan Panjang Menuju Terbentuknya Abung Siwa Mega



BALAI ARKEOLOGI BANDUNG
Jl. Raya Cinunuk Km. 17, Cileunyi, Bandung 40623
Telp. 022 – 7801665, Faks. 022 – 7803623

Lokasi
Situs Canguk Gaccak berada di wilayah Desa Sekipi, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi situs sangat mudah dicapai baik menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Dari Kotabumi menuju Bukit Kemuning hingga sampai di Simpang Rengas ke arah kiri menuju Desa Sekipi. Sebelum memasuki Desa Sekipi terdapat lokasi penambangan bahan galian C. Dengan menyusuri jalan kampung akan sampai di lokasi yang berada di tepian Way Abung.




Lokasi situs Canguk Gaccak

Cerita Perjalanan Panjang
Menurut cerita lama yang disampaikan secara turun-temurun, masyarakat Lampung mula-mula bermukim di daerah Sekalabrak. Daerah ini berada di sekitar Gunung Pesagi hingga tepian Danau Ranau. Menurut kajian terhadap cerita rakyat yang dilakukan oleh Oliver Sevin, pada sekitar abad ke-14 terjadi migrasi dari Sekalabrak ke seluruh wilayah Lampung. Diceritakan, adalah Empu Cangih pemimpin Keratuan Di Puncak, yang berkuasa di puncak Gunung Pesagi melakukan perjalan mencari daerah baru untuk mendirikan perkampungan. Perjalanan Empu Cangih yang juga disebut Datu Di Puncak dari Sekalabrak singgah di daerah Selabung selanjutnya pindah lagi ke Canguk Gaccak.
Tidak berapa lama setelah rombongan Datu Di Puncak bermukim, diketahuilah bahwa di sebelah hulu telah bermukim Rio Kunang. Beliau adalah salah satu keturunan Datu Di Pemanggilan dari Puyang Semedekaw. Dalam rombongan Datu Di Puncak disertai Beliyuk yang juga keturunan Puyang Semedekaw. Kelompok ini kemudian bersatu membangun perkampungan.

Ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan yang sudah terbentuk terganggu ulah pengkhianatan Raja Di Lawuk dari Laut Lebu yang menyamar sebagai tamu Datu Di Puncak. Kerabat Datu Di Puncak yang terdiri Nunyai, Unyi, Subing, Nuban, Bulan, Beliyuk, Kunang, Selagai, dan Anak Tuha berunding mengatur siasat pembalasan kepada Raja Di Lawuk. Diriwayatkan bahwa Subing akhirnya berhasil membalaskan dendam. Kemenangan ini kemudian dirayakan di daerah Gilas tepi Way Besay. Dalam perayaan ini kemudian terbentuklah masyarakat Abung Siwa Mega.


Peta persebaran Orang Lampung

Objek arkeologis yang menandai bekas perkampungan di Canguk Gaccak meliputi komplek tinggalan megalitik, komplek makam Minak Trio Diso, dan komplek makam Rendang Sedayu. Perjalanan dari jalan desa menuju lokasi setelah melalui sungai kecil Way Tamiang akan sampai pada lahan kebun kopi. Di antara rimbunnya kopi terdapat beberapa batu yang merupakan peninggalan budaya megalitik. Batu tersebut ada yang disusun membentuk semacam meja dengan empat kaki yang dinamakan dolmen, susunan batu melingkar (stone enclouser), dan batu yang ditancapkan secara berdiri yang disebut menhir. Peninggalan semacam ini terdiri 12 kelompok. Pada ujung timur lahan terdapat benteng tanah yang dilengkapi parit. Benteng dan parit ini membentang dari tepi Way Abung di selatan hingga tepi Way Tamiang di utara. Apabila dicermati, pada lahan ini akan dapat ditemukan pecahan keramik asing. Keramik yang pernah ditemukan berasal dari Cina buatan masa Dinasti Song (abad ke-10 – 13) dan Yuan (abad ke-13 – 14).
Di seberang Way Abung dapat dijumpai komplek makam Minak Trio Diso yang terdiri dua kelompok. Kelompok makam pertama berada pada lahan di tepi sawah sebelah selatan Way Abung sedangkan yang kedua berada di sebelah barat kelompok makam pertama. Menurut keterangan John Akhyar (juru pelihara), pada kelompok makam pertama, tokoh utama yang dimakamkan adalah Minak Raja Di Lawuk. Dalam cerita rakyat, Minak Raja Di Lawuk dimakamkan di dua lokasi. Di Canguk Gaccak merupakan makam kepala, sedang badannya dimakamkan di Gedong Meneng, Tulangbawang. Konon apabila kepala dan badan tidak dipisah akan hidup lagi.

Kelompok makam kedua berada pada semacam bukit kecil setinggi sekitar 3 m. Komplek makam ini dilengkapi cungkup yang dibangun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2003. Tangga masuk berada di sisi timur. Pada anak tangga ketiga terdapat batu berdiameter sekitar 25 cm. Batu ini merupakan lambang kepala Minak Raja Di Lawuk, yang harus diinjak oleh keturunan Minak Trio Diso ketika akan berziarah. Pada bangunan cungkup terdapat tiga makam. Makam paling timur merupakan makam Minak Dara Putih atau Hyang Mudo, makam yang ditengah merupakan makam Minak Trio Diso, dan yang di utara adalah makam Syekh Abdurrahman. Minak Trio Diso adalah gelar anak Datu Di Puncak yang bernama Nunyai.
Di sebelah tenggara komplek makam Minak Trio Diso berjarak sekitar 300 m terdapat bukit kecil yang dinamakan Gunung Rimba Bekasan. Di atas bukit terdapat lahan seluas 65 ha yang ditumbuhi bambu. Pada hutan bambu ini terdapat lahan seluas sekitar 1 ha yang dikelilingi parit serta pada sisi barat dan utara berbatasan dengan aliran sungai Pasuut yang merupakan anak Way Abung. Pada lahan ini terdapat makam keramat. Tokoh utama yang dimakamkan adalah Rendang Sedayu. Tokoh ini dikenal sebagai salah satu isteri Minak Trio Diso. Rendang Sedayu juga dikenal dengan sebutan Raja Lemaung.

Bukti Sebuah Peradaban Tinggi
Dalam perjalanan peradaban masyarakat Lampung, Canguk Gaccak merupakan tempat bermukim masyarakat pendukung tradisi megalitik dan masyarakat masa pasca prasejarah. Tinggalan berupa dolmen di Canguk Gaccak, bagi masyarakat megalitik kadang-kadang berfungsi sebagai pelinggih roh atau tempat persajian. Pada masyarakat megalitik yang lebih maju, dolmen digunakan sebagai tempat duduk kepala suku atau raja-raja ketika pertemuan maupun upacara pemujaan arwah leluhur. Pada dasarnya dolmen dipandang sebagai tempat keramat. Di situs Canguk Gaccak, dolmen dilengkapi dengan menhir. Menhir adalah medium penghormatan, penampung kedatangan roh, dan sekaligus menjadi lambang dari orang-orang yang diperingati.
Kehidupan masyarakat megalitik memperlihatkan masyarakat berperadaban tinggi yang sudah mengenal sistem organisasi sosial. Kehidupan ini berkembang hingga masa kedatangan Datu Di Puncak. Sistem organisasi sosial dengan diwarnai kehidupan demokratis ini akhirnya melahirkan masyarakat Abung Siwa Mega. Beberapa tinggalan arkeologi di Canguk Gaccak merupakan bukti bahwa moyang pada masa lampau sudah berperadaban tinggi. Oleh karena itu, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam peninggalan tersebut perlu difahami untuk landasan pembangunan di masa depan (Nanang Saptono).

Catatan: Tulisan diterbitkan dalam bentuk leaflet, tahun 2008

Diposkan oleh Arkeologi Lampung di 00:34

Minggu, 03 April 2011

Tugu Kayu Aro


Tugu Kayu Aro



Tugu ijo wat di kutobumei, sai jadei kebanggaan ulun Lampung Utara
Najin gegehno tegak tugu ijo mak temen lurus, mak nyo-nyo asak dijago dang sappai miring temen.